Ada orang shalat, pada waktu ruku’ timbul kebimbangan, apakah sudah membaca Fatihah atau belum. Apa yang harus ia kerjakan?
Bila
ia tidak sebagai ma’mum (munfarid atau imam) maka harus segera kembali
berdiri dan membaca Fatihah. Bila ia sebagai ma’mum, maka ia harus tetap
mengikuti imam, kemudian setelah imam salam, ia menambah satu raka’at.
(وَلَوْ سَهَا غَيْرُ الْمَأْمُوْمِ)فِي التَّرْتِيْبِ (بِتَرْكِ رُكْنٍ)إلى أن قال (أَوْ شَكَّ)هُوَ أَيْ غَيْرُ الْمَأْمُوْمِ فِيْ رُكْنٍ هَلْ فَعَلَ أَمْ لاَ، كَأَنْ شَكَّ رَاكِعًا هَلْ قَرَأَ الْفَاتِحَةَ أَوْ سَاجِدًا هَلْ رَكَعَ أَوِ اعْتَدَلَ (اَتَى بِهِ فَوْرًا) وُجُوْبًا (إِنْ كَانَ الشَّكُّ قَبْلَ فِعْلِ مِثْلِهِ) أَيْ فِعْلِ الْمَشْكُوْكَ فِيْهِ مِنْ رَكْعَةٍ أُخْرَى[هامش إعانة الطالبين 1/178-179]
“Apabila
selain ma’mum (munfarid atau imam) lupa tertib dengan meninggalkan
rukun… atau ia ragu mengenai rukun apa sudah dikerjakan atau belum –
misalnya ketika ruku’ ia ragu apa sudah membaca Fatihah, atau ketika
sujud apa sudah ruku’ atau i’tidal – maka ia wajib segera mengerja-kan
rukun yang diragukan tadi, apabila keraguan timbul sebelum ia
mengerjakan rukun yang sama, yakni sama dengan yang diragukan dari
raka’at berikutnya”. (Hamisy I’anah al-Thalibin I/178-179)
أَمَّا مَأْمُوْمٌ عَلِمَ أَوْ شَكَّ قَبْلَ رُكُوْعِهِ وَبَعْدَ رُكُوْعِ إِمَامِهِ أَنَّهُ تَرَكَ
الْفَاتِحَةَ
فَيَقْرَأُهَا وَيَسْعَى خَلْفَهُ، وَبَعْدَ رُكُوْعِهِمَا لَمْ يَعُدْ
إِلَى الْقِيَامِ لِقِرَاءتِهِ الْفَاتِحَةَ بَلْ يَتْبَعُ إِمَامَهُ
وَيُصَلِّيْ رَكْعَةً بَعْدَ سَلاَمِ اْلإِمَامِ [هامش إعانة الطالبين
1/180].
“Adapun
ma’mum yang sudah mengetahui atau rag sebelum ia ruku’ namun imam sudah
ruku’, bahwa ia belum membaca Fatihah, maka ia harus membaca Fatihahnya
lalu menyusul imam. Dan apabila tahunya/ragunya sesudah mereka
(imam dan ma’mum) ruku’, maka tidak perlu berdiri lagi untuk membaca
Fatihah, tetapi mengikuti imam dan menambah satu raka’at setelah
salamnya imam” .(Hamisy I’anah al-Thalibin I/180).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar